mungkin nama itu menjadi pertanyaan besar? hanya berharap sesuatu. nama wiyani berasal dari nama cinta terpendamku. entah sampai kapan cintaku tak bisa terungkap. aku ini tak mudah mngatakan kata cinta. apa ini cinta atau lelucon yg menjadi pikiranku belaka. sampai sekarang aku tak tahu sudah berjalan 4 tahun, namun bayangnya masih ada seolah aku bersalah padanya.
"pertemuan tak ada akhir"
kala setahun yang lalu aku bertemunya, menatap dengan penuh rasa. namun kenapa seolah masih ada rasa hatinya untukku. entah mengapa? pertemuan yang tak kunjung akhir. anehnya aku tak berpamitan dengannya. namun bersalamman ketika bertemu saja.
"rendah hati"
apa dia tahu aku menyimpan ini semua?
Senin, 29 April 2013
ANALISA KEBERHASILAN
PROGRAM KIE KESEHATANREPRODUKSI
DALAM
MENANGGULANGI MASALAH
KEHAMILAN REMAJA
DI SMA NEGERI 1
PURBALINGGA
2013
Dosen Pengampu : Warni Fridayanti, S.Si.T
Anggota Kelompok 2:
Siti Marfuah 111113
Ewi Susilaningsih 111140
Lia Meiranti Rezeki 111157
Aeline Riska 111182
Siti Nurjanah 111187
Noviya Rohmawati 111221
Nurvi Husnaeni 101063
KELAS :
2A
AKADEMI
KEBIDANAN YLPP PURWOKERTO
2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan
segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Analisa Keberhasilan Program KIE Kesehatan
Reproduksi dalam Menanggulangi Masalah Kehamilan
Remaja di SMA
Negeri 1 Purbalingga”.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah
Askeb Komunitas. Namun, penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan makalah ini
tidak lepas dari bantuan beberapa pihak, baik berupa bimbingan, dorongan dan
nasehat-nasehat. Oleh karena itu perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang kepada :
1. Hj. Siti Angkati, SST, selaku Direktur Akademi Kebidanan YLPP
Purwokerto
2.
Warni
Fridayanti, S.Si.T selaku dosen pembimbing mata kuliah Asuhan Kebidanan Komunitas
3.
Segenap Dosen dan Staff Akademi Kebidanan YLPP
Purwokerto
4. Semua pihak yang
tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis berusaha dengan segala
kemampuannya, namun penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis memohon saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna
perbaikan dan penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca.
Purwokerto,
15 Maret 2013
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman
Judul …………………………………………………………………… i
Kata
Pengantar …………………………………………………………………... ii
Daftar
isi …………………………………………………….……………..........
iii
Daftar
Tabel ……………………………………………………………………. v
BAB
I : PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang…………………………………………...……………1
B. Rumusan
Masalah……………………………………………………..2
C. Tujuan
Penulisan………………………………………………………3
D. Manfaat
Penulisan……………………………………………………..3
BAB II : TNJAUAN
PUSTAKA
A. Definisi
Remaja…………………………………………………...….11
B. Karaktekteristik
Remaja/ Siswa SMA……………………………….17
C. Peran
Orang Tua dan Remaja dalam Kesehatan Reproduksi………..18
D. Media
Masa Kesehatan Reproduksi………………………………….22
E. Remaja
dan Permasalahannya……………………………………….24
F. Pendidikan
Seks Bagi Remaja……………………………………….26
G. Perkembangan
Reproduksi Perempuan……………………………...29
H. Perkembangan
Reproduksi Laki-laki………………………………..32
I.
Perkembangan Psikologi
Remaja……………………………………33
J. Permasalahan Remaja……………………………………………….34
K. Masalah
Kepribadian dalam Perkembangan Seks…………………...35
L. Kehamilan
Remaja…………………………………………………..38
M. Analisis
SWOT………………………………………………………39
BAB
III : ANALISIS SWOT
A. Strength (Kekuatan)………………………………………..41
B. Weakness (Kelemahan)……………………………………...42
C. Opportunity (Kesempatan)…………………………………….43
D. Threat (Ancaman)………………………………………..44
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………..46
B. Saran…………………………………………………………………46
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
1.1 Peran Keluarga dalam
Kesehatan Reproduksi Remaja…….14
TabeI. 1.2 Sumber-sumber
Informasi tentang Masalah Seksual (%)
Responden
Pelajar SLTA Kelas ll Jumlah Responden untuk Masing-masing Kota 400 Orang……………………………….15
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintah Indonesia sejak tahun
1996 telah memberikan perhatian yang serius terhadap masalah kesehatan
reproduksi remaja. Modernisasi, globalisasi teknologi dan informasi serta
berbagai faktor lainnya turut mempengaruhi perubahan perilaku kehidupan remaja
yang kemudian berpengaruh pada perilaku kehidupan kesehatan reproduksi mereka.
Perubahan perilaku kesehatan reproduksi, jika tidak ditangani dengan seksama
akan berdampak pada penurunan kualitas keluarga di kemudian hari.
Data BKKBN
2002, jumlah penduduk
Indonesia telah mencapai
sekitar 220 juta
jiwa. Jumlah penduduk
yang tinggi tersebut
harus diimbangi dengan upaya
peningkatan kualitas penduduk.
Salah satu upaya peningkatan
kualitas hidup manusia dapat dilakukan melalui upaya peningkatan kesehatan
reproduksi. Kesehatan repoduksi
khususnya bagi remaja dan generasi
muda akan meningkatkan
indeks sumber daya manusia
di masa yang akan datang.
Hal tersebut disebabkan
karena jumlah remaja yang berusia 15-19 tahun cukup besar yaitu tidak
kurang dari 22,3 juta jiwa dan usia 20-24 tahun 21,3 juta jiwa atau hampir 25%
dari total penduduk Indonesia. Biro Pusat
Statistik menyebutkan bahwa jumlah
total penduduk propinsi
Jawa Tengah selama
tahun 2005 mencapai 31.896.114
jiwa. Dari jumlah tersebut
ternyata remaja umur 10-14 tahun mencapai 5%, umur 15-19
tahun mencapai 8,9% dan remaja umur 20-24 tahun mencapai 8%.
Masa remaja adalah masa
pertumbuhan, perubahan dan munculnya berbagai masalah remaja
menjadi perhatian di
seluruh penjuru dunia.
Dipacu rekomendasi dari hasil International
Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo
tahun 1994 atau yang disebut dengan
Konperensi Internasional mengenai
Kependudukan dan Pembangunan, telah menciptakan
berbagai program pelayanan
kesehatan reproduksi dalam konteks
pelayanan kesehatan dasar
antara lain komunikasi informasi edukasi (KIE)
mengenai perkembangan seksualitas,
kesehatan reproduksi dan kewajiban orang tua yang bertanggung jawab agar dapat lebih memenuhi kebutuhan
para remaja di bidang kesehatan
reproduksi.
Masalah demografi
yang masih menjadi
perhatian bagi bangsa Indonesia adalah
jumlah penduduk yang
sangat besar serta
kualitas sumber daya manusia yang masih rendah. Kelahiran yang tidak
terkendali merupakan faktor penyumbang bagi masalah tersebut. Lembar fakta yang
diterbitkan oleh PKBI,
United Nation Population
Fund Ascosiation (UNFPA) dan
BKKBN menyebutkan bahwa setiap tahun
terdapat sekitar 15 juta remaja
berusia 15-19 tahun
melahirkan, sekitar 2,3
juta kasus aborsi juga terjadi di
Indonesia dimana 20% nya dilakukan oleh remaja. Fakta lain menunjukkan bahwa
sekitar 15% remaja usia 10-24 tahun yang jumlahnya mencapai
52 juta telah
melakukan hubungan seksual
diluar nikah. Penelitian PKBI di kota Palembang, Kupang, Tasikmalaya,
Cirebon, Singkawang tahun 2005
menyebutkan bahwa 9,1%
remaja telah melakukan hubungan
seks dan 85%nya
melakukan hubungan seks pertama mereka pada usia 13-15 tahun di
rumah mereka dengan pacar.
Gaya hidup
yang merugikan cenderung
banyak ditiru oleh
para remaja, terutama mereka yang tidak mempunyai daya tangkal. Pada
masa peralihan para remaja berada
dalam situasi yang sangat peka terhadappengaruh nilai baru dan mereka
cenderung lebih mudah melakukan penyesuaian. Menurut Bongaart dan Cohen 1998,
remaja memasuki usia reproduksi pada hakekatnya mengalami
suatu masa kritis. Dalam masa tersebut banyak kejadian penting dalam
hal biologis dan demografi yang sangat menentukan kualitas kehidupannya, dan
jika di masa kritis itu tidak mendapatkan
informasi dan pengetahuan yang
cukup tentang kesehatan reproduksi yang dibutuhkannya dari keluarga, mereka cenderung mencari dari
luar pendidikan formal yang sering tidak bisa dipertanggungjawabkan,
seperti menonton film dan membaca majalah
porno ataupun dari teman sebaya
yang sama-sama memiliki keterbatasan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi.
Sehingga cenderung memperoleh
informasi yang salah tentang kesehatan
reproduksi remaja. Tobias
and Ricer (1998) berpendapat bahwa faktor keluarga kemungkinan faktor kedua setelah teman sebaya
yang mempengaruhi keputusan
remaja tertibat dalam seksual aktif dan kehamilan. Oleh karena
itu sangat potensial apabila kelompok remaja
siswa Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA) dijadikan sasaran
pendidikan dan pembinaan
kesehatan reproduksi, agar memiliki
pengetahuan dm sikap
positif terhadap seksualitas sehingga dapat
menangkal berbagai permasalahan
kesehatan yang dapat terjadi pada remaja tersebut, seperti KTD. Data
UNAIDS (United Nations Programme on HIV/AIDS), Desember 1997, menunjukkan
bahwa secara global,
setiap tahun kira-kira
15 juta remaja usia 15-19 tahun melahirkan, 4 juta melakukan aborsi dan hampir
100 juta terinfeksi PMS. Bahkan 40% dari semua kasus infeksi HIV terjadi pada
kaum muda usia 15-24 tahun. Perkiraan terakhir bahwa setiap hari ada 7000
remaja terinfeksi HIV. Menurut Ramona, bahwa semua itu tentu saja sangat
terkait dengan berbagai
faktor. Salah satunya
soal akses informasi khususnya
melalui internet (faktor
enabling) mengenai kesehatan
reproduksi. Survei Yayasan Kita dan Buah Hati tahun 2005 di Jabodetabek didapatkan
hasil lebih dari 80 persen
anak-anak usia 9-12 tahun telah
mengakses materi pornografi dari sejumlah
media termasuk internet.
Penelitian WHO menunjukkan
kurangnya pengertian remaja tentang masa subur dapat terlihat pada pengetahuan
mereka tentang risiko kehamilan. Sebanyak 19,2% remaja menyatakan bahwa
perempuan yang melakukan hubungan seksual sebelum mengalami menstruasi bisa
hamil, dan sebanyak 8,8%
remaja yang mendengar
istilah masa subur menyatakan bahwa perempuan tidak bisa
hamil bila melakukan hubungan seksual pada masa subur. Kurangnya pengetahuan
remaja ini perlu mendapatkan perhatian karena hubungan seksual antara laki-laki
dan perempuan tetap mempunyai risiko untuk hamil. Pengetahuan remaja
mengenai kesehatan reproduksi dan
cara-cara melindungi dirinya terhadap risiko kesehatan
reproduksi masih relatif rendah. Oleh karena itu kesehatan reproduksi remaja
perlu mendapatkan perhatian yang lebih.
Banyak faktor yang menjadi sebab
dari fakta-fakta di atas, antara lain sebagai akibat dari salah perlakuan orang
tua terhadap anak, maka hubungan anak dengan orang tua akan memburuk. Gejala
ini sudah nyata terdapat di Indonesia sebagaimana terbukti dari penelitian yang
pernah dilaksanakan oleh Jurusan
Psikologi Sosial Universitas
Indonesia, bekerja sama dengan
Proyek Sahabat Remaja dari PKBI (Perkumpulan
Keluarga Berencana
Indonesia) pada tahun 1987.
Penelitian yang diadakan di dua kota tersebut Jakarta dan Banjarmasin,
menunjukkan bahwa remaja pelajar SLTA kelas II tidak bertanya kepada orang
tuanya manakala mereka membutuhkan
sesuatu informasi, tetapi
pada teman sebaya
yang sama- sama memiliki
keterbatasan pengetahuan, misalnya masalah seksual.
Hasil penelitian Baseline
survei yang dilakukan
kerjasama BKKBN, LDFE-UI serta East-west Centre, University of Hawaii, USA, pada tahun 1999, antara lain
menunjukkan bahwa sekitar 42% yang mengetahui HIV- AIDS dan tidak lebih dari
24% yang mengetahui tentang penyakit seksual lainnya. Sedangkan hasil survei yang dilakukan Youth Center
Pilar PKBI Jawa Tengah pada
tahun 2004 di
Semarang mengungkapkan, bahwa 43,22%
pengetahuan rendah dan di Kabupaten
Wonosobo sebanyak 15,4% remaja
telah melakukan hubungan seks sebelum menikah.
Menurut L. Green, pengetahuan
seksual remaja (faktor predisposing) yang demikian menimbulkan
implikasi perilaku negatif
seperti kehamilan tidak
dikehendaki, infeksi menular
seksual dan lain-lainnya. Sebagai langkah awal pencegahan, peningkatan
pengetahuan remaja mengenai kesehatan
reproduksi harus ditunjang
dengan materi komunikasi, informasi dan
edukasi (KIE) yang
tegas tentang penyebab
dan konsekuensi perilaku seksual. Selain itu juga perlu diinformasikan
tentang yang seharusnya dilakukan
dan dilengkapi dengan
informasi mengenai sarana pelayanan
yang tersedia. Ironisnya,
saat ini informasi
tentang rendahnya pengetahuan yang dimiliki remaja mengenai seksualitas
(seks, kontrasepsi, pregnancy, dan
lain-lain), bahkan seringkali
pengetahuan yang tidak lengkap itu juga tidak benar, karena diperoleh
dari sumber yang keliru, misalnya dari teman sebaya, majalah-majalah porno, film-film biru, dan mitos yang beredar
di masyarakat. Karena seharusnya mereka mendapatkan informasi masalah kesehatan
reproduksi melalui orang tua , karena informal tentang kesehatan reproduksi
yang paling awal tergantung dari pengetahuan orang tua. kesehatan reproduksi
(faktor enabling) disebarluaskan dengan
pesan- pesan yang samar dan tidak fokus, terutama bila mengarah pada
perilaku seksual.
Di
Kabupaten Purbalingga kegiatan pendidikan kesehatan reproduksi remaja diterapkan
melalui sekolah, yaitu
adanya kerjasama dari
pihak Diknas dan Dinkes. Hal ini merupakan program kegiatan UKS (Usaha
Kesehatan Sekolah) yang dilaksanakan mulai tahun 2006 selama 2 kali dalam
1 tahun. Kegiatan
ini telah dilaksanakan
pada 37 SMA
negeri maupun swasta dengan
jumlah 17.702 siswa,
termasuk SMA Negeri
1 Purbalingga). Banyaknya remaja usia SMA tersebut hendaknya menjadi perhatian khusus bagi para orang tua
dan guru dalam menghadapi masa peralihannya.
Bimbingan dari orang
tua sebagai lingkungan primer
dan adanya guru di sekolah sebagai lingkungan sekunder tentang kesehatan reproduksi yang menunjang pengetahuan
dan sikap bagi remaja menghadapi
perubahan yang mereka alami agar mereka siap dan tidak mendapatkan informasi yang
salah tentang kesehatan reproduksi.
Purbalingga
merupakan salah satu kota yang mengalami arus globalisasi dan informasi yang
cukup pesat. Dengan perekonomian yang
semakin maju, arus
teknologi yang tumbuh
meningkat dan dikatakan sebagai kota
investasi pada tahun
2006, telah banyak
mempengaruhi status sosial masyarakat secara positif. Namun di sisi
lain, arus informasi yang semakin bebas melalui internet menjadikan perilaku
dan gaya hidup remaja yang semakin
permisif dengan budaya
barat, semakin meprihatinkan orang
tua dan kalangan
sekolah. Berdasarkan kelompok usia, kelompok risiko tinggi untuk
penularan AIDS adalah pada kelompok usia remaja
(13-25 tahun). Pada
kelompok usia ini tingkat promiskuitas sangat tinggi di negara-negara yang menganut
azas kebebasan bergaul
(free-sex). Menurut survei yang dilakukan oleh Yayasan Pelita Ilmu yang ditulis dalam
Harian Republika (Kamis,
11 Maret 2000)
menyebutkan bahwa 42% remaja di Jakarta pernah melakukan hubungan
seksual di luar nikah. Penelitian PKBI
Cabang Wonosobo (Harian
Republika, 15 September 2000) menemukan sepertiga remaja putri di Wonosobo hamil di
luar nikah. Menurut Nurdin (2000), hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia
sudah mulai masuk dalam kategori negara yang menganut azas kebebasan bergaul2).
Di Purbalingga
pada tahun 2006
terdapat 8 kematian (15-24 th)
karena perdarahan akibat aborsi yang 37,5%nya dilakukan oleh anak SMA dan tahun
2007 sudah ada 12 kematian (15-24 th) karena perdarahan akibat aborsi yang 18,2%nya dilakukan oleh
anak SMA.
Menurut Greenbeerg
(1975) anak remaja
mendapatkan informasi
mengenai seks 21% diperoleh dari rumah, 15% dari sekolah, 28% dari
media seperti internet,
majalah dan film dan
40% dari teman
sebaya. Bagi remaja SMA,
lingkungan yang setiap
hari dimasukinya selain lingkungan rumah adalah sekolahnya. Anak remaja yang sudah duduk di bangku SMA
umumnya menghabiskan waktu sekitar tujuh
jam sehari di sekolahnya. Sehingga peneliti melakukan penelitian di salah satu SMA di Purbalingga, yaitu SMA Negeri 1 Purbalingga yang terletak di perkotaan. Karena angka kejadian aborsi
lebih tinggi di
perkotaan daripada di perdesaan. Hasil studi BKKBN menunjukkan 53% kasus aborsi terjadi di perkotaan.
SMA
Negeri 1 Purbalingga adalah merupakan sekolah unggulan dan paling favorit
yang berada di
Purbalingga dengan jumlah
1104 siswa, paling banyak
dibanding SMA lain yang ada . Banyak pelajar berprestasi di SMA
tersebut, seperti di
tahun 1992 meraih
juara 1 siswa
teladan tingkat propinsi, bahkan sampai 25% lulusannya tiap tahun
diterima di perguruan tinggi negeri terkemuka melalui Sistem Penerimaan
Mahasiswa Berbakat (SPMB). Dan pada tahun 2007 mewakili SMA se-Kabupaten
Purbalingga dalam lomba Saka Bhakti Husada (SBH) tingkat propinsi.
Disamping itu, kegiatan
olah raga bola
basket dalam tahun
1996-2006 selalu ada di peringkat I tingkat kabupaten dan banyak
prestasi akademik lainnya lagi seperti ekstra kulikuler drum band, sepak bola dan kegiatan PMR
(Palang Merah Remaja).
Banyaknya prestasi
yang pernah diraih
oleh SMA Negeri
1 Purbalingga, membuat siswa sekolah lain merujuk pada SMA tersebut,
terutama perilaku siswa
yang selalu menjadi
trend setter bagi
perilaku anak remaja di
Purbalingga. Hal ini nampak dari mode
berpakaian dan cara bergaul
tak luput dari
pengamatan remaja sekolah
lain. Menurut catatan dari guru Bimbingan
dan Konseling (BK) pada tahun 1992, di SMA Negeri 1 Purbalingga terdapat 3 siswa yang putus sekolah karena
hamil, tahun 1995 ada 1 siswa hamil dan tahun 2003 ada 1 siswa yang hamil.
Hal ini
sangat memprihatinkan bagi
orang tua siswa
dan juga guru. Adanya
kejadian buruk tentang
siswa SMA yang
hamil, dikhawatirkan menjadi gaya
hidup dan menjadi pergaulan bebas yang mengarah kepada freeseks oleh remaja
sekolah-sekolah lain yang ada di Purbalingga. Kurangnya informasi
yang benar tentang
kesehatan reproduksi remaja dari
orang tua dan
guru karena terbatasnya
pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi, berakibat
negatif pada perilaku remaja.
Akibatnya seringkali, remaja mencari
informasi tentang masalah
seks dari sumber yang kurang
benar seperti dari internet, film, koran, tv, majalah dan tabloid berbau porno
serta dari teman sebaya. Adanya faktor sosial dan budaya masyarakat purbalingga
yang tidak mendukung
adanya perilaku seks sebelum menikah, dimungkinkan hal
tersebut dapat terjadi dikarenakan kurangnya
pengetahuan dan sikap
remaja yang menurut
L. Green diprediksi sebagai
faktor predisposing perilaku remaja
tentang kesehatan reproduksi. Memang pada usia remaja rawan terjadi kehamilan
yang tidak dikehendaki dan aborsi. Disamping karena faktor risiko yang tinggi
terjadi kematian saat melahirkan,
juga dapat memungkinkan
siswa melakukan aborsi karena
mereka tidak siap
menghadapi kehamilan tersebut.
Oleh karena itu peneliti menganggap
bahwa untuk langkah awal
pencegahan dan peningkatan
pengetahuan kesehatan reproduksi
remaja memerlukan peran serta orang tua juga guru sebagai faktor reinforcing.
Oleh karena itu peneliti
menganggap faktor-faktor penyebab perilaku negatif terhadap kesehatan
reproduksi remaja diatas, penting untuk diteliti. Ada beberapa
faktor yang dapat
mempengaruhi perilaku kesehatan reproduksi remaja yaitu mencakup
faktor predisposing adalah pengetahuan dan sikap remaja, faktor enabling adalah akses terhadap informasi,
serta faktor reinforcing meliputi
keluarga, guru dan
teman sebaya. Dengan adanya ketiga faktor tersebut menurut
L. Green, menyatakan bahwa tidak ada
sebuah perilaku atau aksi tunggal yang disebabkan oleh hanya satu faktor. Semua
rencana untuk mempengaruhi
perilaku harus dipertimbangkan
ketiga faktor kausal tersebut.
B.
Rumusan Masalah
” Faktor-faktor apa sajakah yang dapat
mempengaruhi praktek kesehatan
reproduksi remaja di SMA Negeri 1 Purbalingga Kabupaten Purbalingga?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi praktek
kesehatan reproduksi remaja di SMA
Negeri 1 Purbalingga Kabupaten Purbalingga.
2. Tujuan khusus
a) Menganalisis pengaruh pengetahuan remaja dengan praktek remaja tentang
pubertas, penyakit IMS, kehamilan tidak dikehendaki (KTD) dan aborsi.
b) Menganalisis pengaruh sikap
remaja dengan praktek remaja tentang pubertas,
penyakit IMS, kehamilan
tidak dikehendaki (KTD)
dan aborsi.
c) Menganalisis
pengaruh akses informasi
dengan praktek remaja tentang pubertas, penyakit
IMS, kehamilan tidak dikehendaki (KTD) dan aborsi.
d) Menganalisis pengaruh
orang tua dengan
praktek remaja tentang pubertas, penyakit
IMS, kehamilan tidak
dikehendaki (KTD) dan aborsi.
e) Menganalisis pengaruh
guru dengan praktek
remaja tentang pubertas, penyakit
IMS, kehamilan tidak
dikehendaki (KTD) dan aborsi.
D.
Manfaat Penelitian
1. Bagi keilmuan
Kesehatan Masyarakat khususnya
bidang Promosi Kesehatan agar dapat digunakan sebagai acuan untuk
penelitian yang lebih mendalam lagi.
2. Bagi SMA 1 Purbalingga
diharapkan dapat menjadi acuan kurikulum pelaksanaan pendidikan
kesehatan reproduksi, sehingga
dapat dimasukan dalam kurikulum sekolah.
3.
Bagi Masyarakat
Dengan mengetahui pendidikan kesehatan reproduksi
yang efektif bagi orang tua, masyarakat
dapat segera mengambil langkah dalam rangka memberikan informasi
kesehatan reproduksi pada anak remaja.
4.
Bagi Instansi Kesehatan
dan lain yang
terkait dalam bidang
KRR, kiranya dapat memanfaatkan
informasi dari hasil penelitian
ini sebagai bahan perencanaan dan penyuluhan kesehatan, dalam rangka
pembangunan masyarakat yang berkualitas.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Definisi Remaja
Menurut Undang-Undang Kesejahteraan Anak
(UU No. 4/1979), semua orang
usia di bawah
21 tahun dan
belum menikah disebutkan sebagai anak-anak.
Oleh karena itu
berhak mendapat perlakuan kemudahan-kemudahan yang
memperuntukkan bagi anak (misalnya pendidikan, perlindungan dari orang tua).
Dalam Undang-undang perkawinan
(UU No. 1/1974
Pasal 7), mengenal konsep
remaja walaupun tidak
secara terbuka. Usia
minimal untuk suatu perkawinan
menurut Undang-undang tersebut
adalah 16 tahun untuk wanita dan
19 tahun untuk pria. Jelas bahwa Undang-undang tersebut menganggap
orang di atas usia tersebut bukan
lagi anak-anak sehingga mereka boleh menikah. Batas usia ini dimaksudkan untuk
mencegah perkawinan anak-anak. Walaupun begitu, selama seseorang belum mencapai
usia 21 tahun masih diperlukan izin orang tua untuk menikahkan orang tersebut.
Batas usia
24 tahun merupakan
batas maksimal, yaitu
untuk memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih
menggantungkan diri pada orangtua,
belum mempunyai hak-hak
penuh sebagai orang dewasa (secara adat/tradisi), belum dapat memberikan
pendapat sendiri. Dengan kata lain,
orang-orang yang sampai batas usia 24 tahun belum dapat memenuhi persyaratan
kedewasaan secara sosial
maupun psikologi, masih dapat digolongkan remaja. Golongan ini cukup banyak terdapat
di Indonesia, terutama dari kalangan
masyarakat kelas menengah ke atas
yang mempersyaratkan berbagai
hal (terutama pendidikan yang
setinggi-tingginya). Untuk mencapai
kedewasaan. Dalam kenyataannya,
cukup banyak orang
yang mencapai kedewasaannya sebelum usia tersebut.
Selanjutnya menurut Carballo (1978 : 250), dalam batasan
di atas, ada 6 penyesuaian diri yang harus dilakukan remaja :
a.
Menerima dan mengintegrasikan pertumbuhan badannya
dalam kepribadiannya.
b.
Menentukan peran dan
fungsi seksualnya yang
adekuat dalam kebudayaan
tempatnya berada.
c.
Mencapai kedewasaan dengan
kemandirian, kepercayaan diri,
dan kemampuan untuk menghadapi kehidupan.
d. Mencapai posisi yang diterima oleh
masyarakat.
e.
Mengembangkan hati nurani,
tanggung jawab, moralitas,
dan nilai yang sesuai dengan
lingkungan dan kebudayaan.
f. Memecahkan
problem-problem nyata dalam
pengalaman sendiri dalam
kaitannya dengan lingkungan
Keadaan masyarakat transisi seperti
yang diuraikan di atas oleh Emile Durkheim dikatakan akan membawa individu anggota masyarakat kepada keadaan anomie.
Anomi menurut Durkheim
adalah normlesness, yaitu suatu sistem sosial berupa tidak ada
petunjuk atau pedoman untuk tingkah laku. Jadi, adalah keadaan eksternal
seperti dalam keadaan hukum rimba yang terdapat dalam masyarakat yang tiba-tiba
dilanda perang. Kebiasaan- kebiasaan dan aturan-aturan yang biasa berlaku
tiba-tiba tidak berlaku lagi. Akibatnya
adalah
"individualisme".
Individu-individu bertindak hanya menurut kepentingannya masing-masing.
Kondisi anomi
ini tentu saja tidak
hanya berlaku terhadap
anggota masyarakat dewasa, tetapi
juga terhadap para
remaja. Salah satu
bukti tentang adanya kondisi
anomi di kalangan
remaja adalah dalam
segi kehidupan seksual yang
diungkapkan dalam sebuah
penelitian di Muangthai. Sebanyak
11% dari penduduk
negara tersebut antara
15-19 tahun. Akan tetapi,
dari survei ICARP
tahun 1980 yang
dilaksanakan terhadap mereka ternyata 45% tidak tahu-menahu tentang
proses terjadinya haid. Selain itu, 68% tidak dapat menyebutkan bagaimana
caranya untuk mengetahui adanya kehamilan. Keadaan serba tidak tahu
seperti ini banyak terjadi di negara-negara
berkembang atau dalam
masyarakat transisi. Hal itu cukup
membigungkan dan berbahaya bagi remaja yang bersangkutan. Hal itu karena
mereka tidak banyak tahu tentang keadaan dirinya sendiri. Di lain pihak, mereka harus berhadapan dengan
perubahan pola kehidupan seperti
penundaan usia perkawinan, pergaulan yang lebih bebas, dan sebagainya. Remaja
jadinya tidak mempunyai
petunjuk atau pedoman yang
jelas tentang bagaimana
caranya untuk bertindak
secara benar dalam menghadapi
masalah. Apalagi penelitian di Muangthai tersebut juga membuktikan bahwa lebih besar dari seperempat dari remaja termaksud sama sekali belum
pernah diberitahu tentang
perubahan-perubahan fisik yang terjadi
selama masa pubertas.
1). Remaja sebagai Anggota Keluarga
Kiranya tidak dapat diingkari lagi bahwa keluarga
merupakan lingkungan primer hampir setiap individu, sejak lahir sampai datang ia meninggalkan rumah untuk membentuk
keluarga sendiri. Sebagai lingkungan
primer, hubungan antar
manusia yang paling intensif
dan paling awal terjadi dalam keluarga. Sebelum seorang anak mengenal
lingkungan yang lebih luas, ia terlebih
dahulu mengenal keluarganya. Oleh karena
itu, sebelum mengenal
norma-norma dinilai dari masyarakat umum, pertama kali ia menyerap norma-norma
dan nilai-salah, tidak diizinkan pun salah. Padahal, 25 tahun yang lalu
permintaan seperti ini muncul pun tidak dari pihak si anak.
Dalam Tabel 1.1 jelas bahwa peran
orang tua dalam komunikasi dengan remaja terbatas dalam hal-hal tertentu saja,
seperti pendidikan, pelajaran,
kesehatan atau keuangan.
Sementara itu, untuk masalah- masalah pergaulan
dan khususnya masalah-masalah seksual,
remaja cenderung untuk lebih banyak bertanya kepada teman-temannya.
Tabel 1.1.
Narasumber
|
Untuk masalah
|
%
|
Ayah
|
Karier
PendidikanPelajaran
|
61
52
35
|
Ibu
|
Kesehatan
Keuangan
Hubungan dengan
orangtua
|
84
69
48
|
Kakak
|
Hubungan
kakak adik
Hubungan
dengan saudara
|
41
40
|
Teman
|
Pilih
pasangan
Pergaulan
dengan teman
Pergaulan
dengan lawan jenis
Info
tentang alat KB
Info
tentang aborsi
Info
tentang AIDS
|
80
79
65
43
39
39
|
(disadur dari Etikariena,
1998)
Sebagai
akibat dari salah perlakuan orang tua terhadap anak, maka hubungan anak dengan
orang tua akan memburuk. Gejala ini sudah nyata terdapat di Indonesia
sebagaimana terbukti dari
penelitian yang pernah dilaksanakan oleh
Jurusan Psikologi Sosial Universitas Indonesia, bekerja sama dengan Proyek
Sahabat Remaja dari PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) pada tahun
1987. Penelitian yang diadakan di dua kota
tersebut Jakarta dan
Banjarmasin) menunjukkan bahwa
remaja pelajar SLTA kelas II tidak bertanya kepada orang tuanya manakala
mereka membutuhkan sesuatu informasi, misalnya masalah seksual.
TabeI.
1.2
Sumber-sumber
Informasi tentang Masalah Seksual (%)
Responden
Pelajar SLTA Kelas ll
Jumlah
Responden untuk Masing-masing Kota 400 Orang
(Sarwono, dkk; 1987)
Paling
sering
bertanya
tentang
seks
ke
pada:
|
Jakarta
|
Banjarmasin
|
||||
L (%)
|
P (%)
|
Total (%)
|
L (%)
|
P (%)
|
Total (%)
|
|
Media massa
|
71.5
|
65.0
|
68.25
|
77.5
|
68.0
|
72.75
|
Guru
|
13.0
|
11.5
|
12.25
|
3.5
|
4.0
|
3.75
|
Ibu
|
3.0
|
7.5
|
5.25
|
2.5
|
5.0
|
3.75
|
Petugas medis
|
4.5
|
2.5
|
3.50
|
8.0
|
10.5
|
9.25
|
Berdasarkan
tabel di atas, jelas bahwa remaja di Jakarta maupun di Banjarmasin sedikit sekali bertanya tentang
masalah seks kepada ibunya daripada kepada sumber-sumber lain. Mungkin hal ini
tidak sepenuhnya menggambarkan kesenjangan komunikasi antara anak dan orang
tua. Akan tetapi, bagaimanapun jelas bahwa kesenjangan itu ada.
2).
Remaja di Sekolah
Sekolah
adalah lingkungan pendidikan sekunder. Bagi anak yang sudah bersekolah,
lingkungan yang setiap hari dimasukinya selain lingkungan rumah adalah
sekolahnya. Anak remaja yang sudah duduk di bangku SLTP atau SLTA umumnya
menghabiskan waktu sekitar tujuh jam sehari di sekolahnya. Ini berarti bahwa
hampir sepertiga dari waktunya setiap hari dilewatkan remaja di sekolah. Tidak
mengherankan kalau pengaruh sekolah terhadap perkembangan jiwa remaja cukup
besar. Pengaruh sekolah itu tentunya diharapkan positif terhadap perkembangan
jiwa remaja, karena sekolah adalah lembaga pendidikan.
Sebagai
lembaga pendidikan, sebagaimana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan
nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Di samping itu,
sekolah mengajarkan berbagai keterampilan dan kepandaian kepada para siswanya.
Akan tetapi, seperti halnya juga dengan keluarga, fungsi sekolah sebagai
pembentuk nilai dalam diri anak sekarang ini banyak menghadapi tantangan.
Khususnya, karena sekolah berikut segala kelengkapannya tidak lagi merupakan
satu-satunya lingkungan setelah lingkungan keluarga, sebagaimana yang pernah
berlaku di masa lalu. Terutama di kota-kota besar, sekarang ini sangat terasa adanya banyak lingkungan lain
yang dapat dipilih remaja selain sekolahnya. Pasar swalayan, pusat
perbelanjaan, taman hiburan, atau bahkan sekadar warung di tepi jalan di
seberang sekolah atau rumah
salah
seorang teman yang kebetulan sedang tidak ditunggui orang tuanya, mungkin saja
merupakan alternatif yang lebih menarik daripada sekolah itu sendiri. Apalagi,
seringkali motivasi belajar murid memang menurun akibat dari adanya berbagai
hal di sekolah.
Memang
tidak dapat diingkari bahwa pengaruh lingkungan masyarakat terhadap
perkembangan jiwa remaja sangat besar. Bagaimanapun juga, keluarga dan sekolah
masih tetap merupakan lingkungan primer yang sekunder dalam dunia anak dan
remaja. Lingkungan masyarakat hanyalah
lingkungan tersier (ketiga) yang derajat kekuatannya untuk merasuk ke dalam
jiwa anak dan remaja seharusnya tidak sekuat keluarga dan sekolah. Bahwa
lingkungan masyarakat bisa begitu kuat berpengaruh, pada umumnya disebabkan
lingkungan primer dan sekunderlah yang sudah menurun kadar pengaruhnya. Oleh
karena itu, untuk dapat mengurangi sebanyak mungkin pengaruh yang negatif
lingkungan, orangtua dan pendidik di sekolah harus meningkatkan kembali fungsi
mereka sebagai pengendali lingkungan primer dan sekunder. Penelitian-penelitian
yang sudah dikutip di atas membuktikan bahwa di kalangan anak-anak Indonesia
kebutuhan untuk menghargai orang tua dan guru masih cukup besar. Tinggal
bagaimana orang tua dan guru memanfaatkan kebutuhan anak-anak itu. Untuk itu,
memang diperlukan motivasi yang kuat dari pihak orang tua dan guru sendiri.
B.
Karakteristik Remaja atau Siswa SMA
SMA
merupakan salah satu jenjang pendidikan yang ditempuh pelajar setelah lulus
SMP. Usia pelajar SMA secara umum dalam kisaran antara 15 sampai 18 tahun.
Hurlock (1993) membagi rentangan usia manusia dalam banyak tingkatan. Usia
remaja awal yaitu 13-17 tahun dan remaja akhir 17-21 tahun. Remaja SMA termasuk
ke dalam dua kategori tersebut. Pada usia tersebut siswa SMA sedang mengalami
masa pubertas. Masa pubertas ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan
biologis dan psikologis yang sangat cepat.
Secara
biologis, pertumbuhan anak dalam masa pubertas terlihat pada perubahan bentuk
fisik yang cepat disertai tanda-tanda
yang khas yang membedakan dengan jelas antara laki-laki dan perempuan.
Pada diri laki-laki mengalami perubahan bentuk seperti ukuran badan yang lebih,
besar, kekar dan berotot dari pada sebelumnya, tumbuh bulu rambut di sekitar alat
kelamin, dan di bagian-bagian lain seperti betis, dada, kumis, jambang dan
lain-lain. Namun pertanda utama masa pubertas laki-laki adalah mimpi basah.
Pada diri perempuan, pertanda utama yaitu berupa menstruasi.
C.
Peran orang tua dan remaja dalam kesehatan Reproduksi
Orang
tua merupakan penganggung jawab dari sebuah keluarga. Orang tua terdiri ayah
dan ibu yang mempunyai ikatan perkawinan yang sah. Pengertian keluarga menurut
Departemen Kesehatan (1996) adalah kelompok orang-orang yang persatukan oleh
ikatan-ikatan perkawinan, darah atau adopsi, yang membentuk satu rumah tangga
saling berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dengan melalui
peran-perannya sendiri sebagai anggota keluarga dan mempertahankan kebudayaan
masyarakat yang begitu umum atau menciptakan
kebudayaan
sendiri-sendiri. Dalam membahas keluarga, ada hal-hal yang penting untuk
diperhatikan anggota keluarga tersebut yang antara lain tentang keutuhan dalam
struktur keluarga. Disamping keutuhan keluarga, interaksi antara anggota keluarga
yaitu berupa hubungan yang harmonis memegang peranan penting dalam perkembangan
sosial anak. Demikian juga ketidak utuhan keluarga akan mempengaruhi,
menghambat perkembangan sosial dan perkembangan intelektual anak. Dari ketiga
unsur dalam keluarga tersebut masing-masing mempunyai peran dan fungsi yang
tidak bisa dipisahkan utnuk mencapai keutuhan keluarga.
Perkembangan
sosial anak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1)
pendidikan, 2) komunikasi, 3) keutuhan keluarga 4) pengawasan keluarga.
Untuk
mencapai gerakan ketahanan keluarga sejahtera perlu diwujudkan gerakan melalui
bina-bina di keluarga sejak anak masa balita sampai lansia. Adapun bina-bina
keluarga tersebut yaitu bina keluarga, balita, anak dan remaja, muda mandiri,
dewasa dan lansia. Kegiatan bina-bina keluarga merupakan salah satu upaya
pemberdayaan keluarga yang intinya adalah pembinaan kehidupan yang harmonis
dalam keluarga dengan adanya hubungan antar anggota keluarganya. Bina keluarga
anak dan remaja merupakan kegiatan yang dilakukan oleh orang tua untuk
meningkatkan bimbingan, pembinaan tumbuh kembang anak dan remaja
secara
baik dan terarah dalam rangka menuju keluarga bahagia dan sejahtera.
Salah
satu ciri pembinaan tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dari
masa anak-anak ke masa dewasa. Upaya pembinaan orang tua kepada remaja antara
lain dengan memberikan pengetahuan reproduksi dan pendidikan seksual lepada
anak-anak sedini mungkin dengan diimbangi pengetahuan agama. Untuk mengetahui tingkat pendidikan seseorang
perlu diukur dari tingkat pengetahuan, sikap dan praktek. Menurut tokoh
pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantoro, bahwa ketiga aspek tersebut disebut
cipta, rasa dan karsa. Sedangkan pengetahuan adalah hasil dari tahu setelah
orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu obyek tertentu. Penginderaan
melalui panca indra manusia adalah melalui penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, raba. Sedangkan sebagian besar pengetahuan diperoleh dari indra mata dan
telinga. Pengetahuan
merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan langgeng daripada tidak didasari pengetahuan.
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain,
tetapi jika mengalami kegagalan maka mencari pengalaman sendiri. Pengetahuan
kesehatan reproduksi antara orang tua dengan anak perlu diketahui tingkat
intensitas komunikasinya orang tua dan anaknya.
Orang
tua dan anak remaja harus mempunyai pengetahuan yang sama tentang pengetahuan
reproduksi. Pengetahuan kesehatan reproduksi meliputi perubahan-perubahan yang
terjadi pada diri remaja yang meliputi
fisik, psikologi dan sosial. Kesehatan reproduksi meliputi kehamilan,
persalinan, pendidikan seks bagi remaja, penyimpangan seksual, penyakit menular
seksual, HIV dan AIDS, kekerasan seksual, bahaya narkoba terhadap kesehatan
reproduksi. Selain itu termasuk juga pengaruh sosial dan media terhadap
perilaku sosial, kemampuanberkomunikasi, hak-hak reproduksi dan gender pada
diri remaja. Tetapi tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi orangtua dengan
anak tidak sama, karena orang tua sudah mempunyai pengalaman berfungsinya
reproduksi sedangkan anak belum mengalami fungsi reproduksi. Pengetahuan
reproduksi orang tua dan anak tidak
hanya dengan praktek tetapi melalui informasi-informasi
dari
berbagai cara.
Sehubungan
dengan itu menurut BKKBN (2002) bahwa orangtua perlu memperhatikan hal-hal yang
berhubungan dengan pengetahun kesehatan reproduksi baik pengetahuan untuk diri
sendiri maupun pengetahuan untuk anak remajanya. Orang tua perlu memahami
kondisi anak remajanya yang sedang mengalami perubahan-perubahan pada dirinya,
yang menyangkut proses reproduksi. Orang tua harus mempunyai kemampuan
memberikan pengetahuan kesehatan reproduksi kepada anak remajanya, agar memilki
informasi proses reproduksi yang benar.
Anak
remaja yang tidak memperoleh pengetahuan kesehatan reproduksi
yang
benar dari orangtua, mereka akan mencari informasi lain melalui gambar, teman,
film yang menyesatkan. Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki
sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab khususnya mengenai proses
reproduksi. Orang tua yang baik bagi anak remajanya adalah mempunyai
kemampuan
dalam berkomunikasi dan diskusi dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) orang tua tidak menggurui, 2) jangan beranggapan bahwa orang tua lebih
mengetahui sesuatu dibandingkan dengan anak remaja, 3) memberikan kesempatan
kepada remaja untuk mengemukakan pandangan dan pendapatnya, 4) memberikan
argumen yang jelas dan masuk akal terhadap suatu persoalan, 5) memberikan
dukungan pada anak apabila memang pantas diberi dukungan, 6) mengatakan salah kalau
memang salah, dengn alasan yang masuk akal menurut pemikiran mereka, 7)
menjadikan anak remaja sebagai teman untuk berdiskusi, bukan sebagai individu
untuk diberitahu.
Menurut
rencana kerja ICPD (1994) merekomendasikan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi
dalam konteks pelayanan kesehatan dasar meliputi, a) pelayanan konseling dan
komunikasi informasi edukasi (KIE) KB, b) penyuluhan dan pelayanan prenatal,
persalinan yang aman dan pelayanan pasca persalinan khususnya ASI dan pelayanan
KIA, c) pencegahan dan penanganan
komplikasi keguguran kandungan, d)
pencegahan dan pengobatan infeksi saluran reproduksi PMS dan gangguan kesehatan
reproduksi lainnya, e) pencegahan dan pengobatan
kemandulan,
f) komunikasi informasi edukasi mengenai perkembangan seksualitas, kesehatan
reproduksi dan kewajiban orang tua yang bertanggung jawab. Dalam rencana kerja
ini jelas ditetapkan bahwa KIE mengenai perkembangan seksualitas kesehatan
reproduksi anak remaja adalah menjadi tanggung jawab orang tua.
Sebagai
tindak lanjut komitmen global dalam ICPD tersebut, oleh Indonesia dilanjuti
dalam lokakarya kesehatan reproduksi di Jakarta pada tahun 1996, dengan
mengembangkan adanya pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif (PKRK) yang
sisinya : 1) pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, 2) pelayanan keluarga
berencana, 3) pelayanan kesehatan reproduksi 4) pelayanan pencegahan dan
penanggulangan penyakit menular serta HIV dan AIDS. Pelayanan tersebut terfokus
pada upaya promotif, preventif, antara lain dengan menggunakan komunikasi
informasi edukasi atau konseling pada family education. Adapun macam
pelayanannya berupa konseling dan informasi tentang kesehatan remaja,
reproduksi remaja atau family life and life skill education, pemeriksaan
kesehatan bagi ramaja, pengembangan kerja sama dengan SMP dan SMA, pelayanan
komprehensif untuk kesehatan reproduksi.Komunikasi antara orang tua dan anak
masih terjalin dengan baik, baik di perdesaan maupun di perkotaan. Dilihat dari
pola hubungan, ibu lebih akrab dengan anak-anak baik laki-laki maupun perempuan
karena lebih sering di rumah, lebih sabar, bisa memahami persoalan anak, mudah
diajak mengobrol, sebagai tempat curhat dan teman ngrumpi. Ayah cenderung
kurang dekat dengan anak-anak karena cepat marah, jarang ada waktu untuk
mengobrol dengan anak, ditakuti oleh anak
D.
Media Massa Kesehatan Reproduksi
Menurut
Kuswandi 1996, media massa secara garis besar terdiri dari media elektronik dan
media cetak. Media memiliki potensi besar dalam mengubah sikap dan perilaku
masyarakat, terutama anak-anak yang relatif masih mudah terpengaruh dan
dipengaruhi. Dibandingkan dengan media massa lainnya (radio, Surat kabar,
majalah, buku, dan lain sebagainya), televisi merupakan gabungan dari media
dengan gambar hidup (gerak live) yang bisa bersifat politis, informatif,
hiburan, pendidikan, atau bahkan gabungan dari ketiga unsur tersebut.
Sebagai
media informasi, televisi memiliki kekuatan yang kuat (powerful) untuk
menyampaikan pesan. Media ini dapat mengalirkan pengalaman yang seolah-olah
dialami sendiri dengan jangkauan yang luas dalam waktu yang bersamaan.
Penyampaian isi pesan seolah-olah langsung antara komunikator dan komunikan.
Namun
dalam akhir dekade ini, semua media yang ada tergusur dengan hadirnya internet. Internet memang
membuat kehidupan manusia lebih mudah. Tanpa harus terjebak macet, tanpa banyak
menghabiskan waktu dan tenaga, serta tidak banyak mengeluarkan biaya.
Penggunaan internet yang makin intensif, mempengaruhi gaya hidup masyarakat.
Dibalik
kemudahan, kecanggihan dan kepraktisan internet, ada banyak sisinegatif yang
mengiringinya seperti terbukanya kesempatan siswa SMA untuk membuka situs-situs
porno baik berupa gambar ataupun tulisan berupa cerita-cerita.
Quarniasasi,
2001 menyebutkan bahwa kecanduan akan internet juga akan menimbulkan kejahatan
baru bagi para pengaksesnya. Alasan ini didasarkan karena banyak informasi yang
negatif yang dapat menyebabkan kemerosotan moral dan perilaku dari para
pengaksesnya. Memang teknologi ini netral, yaitu tergantung pada para
pemakainya memilih dampak yang positif atau negatif. Informasi negatif tanpa
sensor tidak terbendung di internet saat ini salah satunya adalah layanan situs
yang menyuguhkan gambar-bambar dan adegan-adegan porno yang biasa disebut cybersex.
Layanan
situs porno ini semakin digemari oleh netter dan dapat diakses oleh
siapa saja tanpa batasan usia. Menurut laporan data monitor yang dikutip dari
Surabaya Pos, 1999 dalam 5 tahun mendatang diperkirakan situs porno akan
meningkat tiga kali lipat. Dan hal ini terbukti pada tahun 2007 telah muncul
piluhan situs-situs porno di internet, seperti Bokep.3gp dll.
Perkembangan
dunia internet dalam segi positif telah membuat konsultasi kesehatan antara
dokter dengan masayarakat awam dalam hal ini pasien menjadi semakin dekat.
Ruang konsultasi dokter dalam dunia
internet telah terwakilkan dalam bentuk wadah diskusi berupa mailling list
dan rubrik konsultasi pada homepage. Terdapat 5 strategi yang telah
digunakan oleh MLDI (Mailling List Dokter Indonesia) untuk membuat
masyarakat awam (pasien) dapat memperoleh layanan konsultasi dengan cepat,
murah dan dipercayai.
Konsultasi
kesehatan yang diberikan oleh MLDI ini berupa mailing list dengar, alamat
dokter@itb.ac.id dan homepage dengan alamat http://www.mIdi.or.id. Melalui
mailing list (milis) dokter-dokter dan anggota milis lainnya akan
memberikan komentar dan tanggapan mengenai suatu pertanyaan dalam bentuk multi
opinion. Sehingga umumnya setiap penanya akan memperoleh pendapat dari
beberapa orang dokter dengan cepat dan murah, hal ini sulit ditemui di
kehidupan sehari-hari. Situs kesehatan reproduksi merupakan situs kesehatan
yang mengupas masalah kesehatan reproduksi. Penjelasan kesehatan reproduksi ini
termasuk topik-topik seksualitas dan kesehatan reproduksi remaja, baik
penjelasan mengenai keadaan fisik dan psikis seorang remaja. Didalam situs juga diinformasikan agar remaja
yang terbebas dari kehamilan yang tidak dikehendaki dan aborsi tidak aman.
Beberapa penyakit yang diakibatkan oleh perilaku seksual yang berisiko, seperti
infeksi penyakit menular seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS juga dipaparkan.
Beberapa situs juga menyertakan kupasan mengenai bentuk kekerasan dan pemaksaan
seksual.
E.
Remaja dan permasalahannya
Perubahan
yang sering terjadi sehubungan dengan masa awal reproduksi adalah anak ingin
mengetahui masalah sehubungan dengan reproduksi, khususnya masalah seksual,
bahkan tidak cukup mengetahui saja, melainkan ingin mencoba. Menurut UNFPA
(1996) remaja cenderung melanggar larangan atau norma yang berlaku di
masyarakat berhubungan dengan alat reproduksinya. Remaja tidak dapat sendiri,
dan belum siap untuk menghadapi berbagai tantangan dan tanggung jawab yang berkaitan
dengan proses reproduksi.Masalah remaja kini adalah remaja yang mengalami usia
pubertas dini, sedangkan usia pernikahan mengalami kemunduran waktu lebih lama.
Sehubungan dengan situasi ini, remaja yang belum memperoleh informasi
pendidikan seksual kesehatan reproduksi secara benar, cenderung melakukan
hubungan seksual sebelum nikah. Hal yang demikian bertolak belakang dengan
pengertian sehat reproduksi, karena reproduksi sehat
adalah
seseorang memfungsikan alat reproduksinya jika sudah melakukan pernikahan yang
sah.
Akibat
perilaku reproduksi yang tidak sehat adalah terjadi kehamilan yang tidak
diinginkan, kehamilan tidak direncanakan. Menurut Carvera (1999) perbedaan
pandangan antara orangtua dengan anaknya tentang kehamilan pranikah, seringkali
menyalahkan anak karena anak bermasalah dan anak bicara bahwa tekanan emosi
keluarga mengakibatkan anak tidak diterima di keluarga. Anak remaja yang belum
menikah dan hamil, membuat aib di keluarga dan anak cenderung untuk melakukan
aborsi yang dapat mengakibatkan kematian pada ibu. Jika kehamilannya
dilanjutkan, maka dalam persalinanya cenderung mengalami gangguan baik pada ibu
maupun pada bayinya waktu persalinan dan nifas, berat badan bayi lahir rendah
dan infeksi. Selain gangguan tersebut juga dapat mengakibatkan kemandulan dan
gangguan jiwa. Disamping itu, remaja yang mengalami kehamilan pada masa sekolah
cenderung untuk meninggalkan kegiatan sekolah sehingga mengalami putus sekolah.
Akibatnya, remaja tidak mempunyai masa depan yang baik sebagaimana pada remaja
lainnya yang tidak bermasalah.
Remaja
perlu mengetahui kesehatan reproduksi, agar memiliki informasi yang benar
mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada di sekitarnya. Dengan
informasi yang benar, diharapkan remaja memilki sikap dan tingkah laku yang bertanggung
jawab mengenai proses reproduksi. Dengan demikian, perlu memperoleh informasi
kesehatan reproduksi antar laki-laki dan perempuan, sehingga pertanggungjawaban
tidak dibebankan kepada remaja perempuan.
Masalah
pokok remaja yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi pada saat ini
adalah:
a.
Hamil dan persalinan pada usia muda dengan segala akibatnya
b.
Hamil tidak dikehendaki dan tidak direncanakan yang menjurus aborsi yang tidak
aman dan komplikasinya
c.
Penularan PMS, HIV dan AIDS yang terkait dengan obat terlarang serta hubungan
seksual bebas
d.
Tindak kekerasan seksual perkosaan, pelecehan seksual, transaksi seksual
komersial.
Sedangkan
karakteristik antara lain dilatarbelakangi oleh kenyataan sebagai berikut :
a.
Masa remaja merupakan masa yang penuh pencarian identitas dalam proses menuju
kedewasaan
b.
Terjadi perubahan fisik, psikis yang sering membingungkan
c.
Keinginan untuk diakui sebagai bagian dari kelompoknya
d.
Lebih mudah berkomunikasi dengan sebayanya atau fihak yang dapat memahami
kebutuhan remaja
e.
Pengetahuan kesehatan reproduksi remaja dan seksual sangat terbatas
f.
Kematian dan kesakitan pada kelompok ramaja relatif rendah, Namun kejadian KEK
dan anemi relatif masih tinggi.
F.
Pendidikan Seks Bagi Remaja
Sex
Education is the process of acquiring information and forming attitudes and
beliefs about sex, sexual identity, reproductive health, interpersonal
relationships, affection, body image, gender roles and intimacy.
Pendidikan
Seks merujuk pada aktivitas biologi, sosiokultural, psikologi dan dimensi
spiritual yang berasal dari :
1.
the cognitive domain (information);
2.
the affective domain (feelings, values, and attitudes); and
3.
the behavioral domain (communication and decision-making skills
Proses
reproduksi dalam kehidupan manusia berawal dari sebelum terjadinya konsepsi,
sebelum terjadinya pembuahan oleh sel mani pada sel telur, kemudian terjadi
konsepsi, hamil dan kelahiran. Seseorang menghadapi masalah konsepsi,
prakonsepsi awal dan setiap langkah ini ada masalah kesehatan yang ikut
terlibat dan harus diperhatikan. Menurut ICPD, kesehatan reproduksi adalah
keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dan bukan hanya tidak
ada penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem
reproduksi dan fungsi-fungsi serta proses-prosesnya.
Kesehatan
reproduksi dalam arti luas meliputi seluruh proses, fungsi dan sisitem
reproduksi pada seluruh tahapan kehidupan manusia. Secara lebih khusus studi
kesehatan reproduksi mempelajari cara seseorang dapat terbebas dari berbagai
gangguan kesehatan yang disebabkan oleh proses atau bekerjanya fungsi dan sitem
reproduksi. Pada usia produktif manusia secara naluriah mempunyai dorongan
seksual (sexual drives), kemudian muncul hasrat mencari pasangan yang
selanjutnya melakukan aktivitas seksual (sexual acts) yang mengakibatkan
kehamilan dan melahirkan. Bila dorongan seksual membuat individu potensial
untuk melakukan hubungan seksual, maka kesuburan menentukan individu mempunyai
kemampuan mendapatkan anak atau tidak.
Seksualitas
dan reproduksi remaja didefinisikan sebagai sejahtera fisik dan psikis seorang
remaja, termasuk keadaan terbebas dari kehamilan yang tak dikehendaki, aborsi
yang tidak aman, infeksi menular seksual (IMS) termasuk HIV dan AIDS, serta
semua bentuk kekerasan dan pemaksaan seksual.
Menurut
Radjah 2001, yang dimaksud dengan pengertian perilaku kesehatan reproduksi
dalam istilah pendidikan kesehatan reproduksi adalah perilaku seks istilah
perilaku seksual meliputi perilaku yang memperlihatkan sifat-sifat yang
menunjukkan perbedaan antara wanita dan pria, atau jantan dan betina. Seks
diartikan sebagai sifat-sifat anatomis, fisiologis dan perilaku organisme yang
berkaitan dengan proses reproduksi seksual.
Pengertian
seksual yang sering digunakan dalam diskusi kesehatan reproduksi adalah
pengertian yang biologis sentris yaitu hubungan alat- alat seksual, sehingga
pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi mengarah pada lima macam
perilaku seksual, yaitu: 1) bersentuhan (touching), 2) berciuman (kissing),
3) deep kissing, 4) petting, dan 5) hubungan kelamin
SIECUS
(Sexuality Information and Education Council United States) menulis
tentang materi pokok yang harus terdapat dalam pendidikan seksual dan
reproduksi :
1.
Perkembangan manusia (anatomi dan fisiologi sistem reproduksi)
2.
Hubungan antar manusia (baik dengan keluarga, teman sejawat dan pacaran dengan
pernikahan)
3.
kemampuan personal (nilai, pengambilan keputusan, komunikasi dan negoisasi)
4.
Perilaku seksual (kontrasepsi, IMS dan pencegahan HIV dan AIDS serta aborsi
maupun kejahatan atau pelecehan seksual)
5.
Budaya dan sosial (peran jender, agama dan seksualitas)
Adapun
strategi program pendidikan seks yang komprehensif
memiliki
4 tujuan, yaitu :
1.
Memberikan informasi yang akurat tentang aktivitas seksual manusia
2.
Memberikan kesempatan bagi remaja untuk berkembang dan mengetahui nilai-nilai,
sikap dan kepercayaan tentang seksualitas
3.
Membantu remaja mengembangkan ketrampilan membina hubungan dan ketrampilan
interpersonal.
4.
Membantu remaja melatih merespon mengenai hubungan seks termasuk pantangan
seks, tekanan untuk terlibat seks masa remaja dan penggunaan kontrasepsi serta
alat ukur kesehatan seks lainnya.
Pada
saat sesama orangtua saling memperdebatkan penting tidaknya membicarakan
masalah seks pada anak-anaknya, sudah banyak permasalahan yang dibahas di media
cetak, elektronik dan dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan masalah
seks ini. Misalnya, gencarnya kampanye penggunaan kondom atau maraknya
iklan-iklan yang menyajikan berbagai obat atau ramuan yang berkasiat membina
hubungan seksual suami istri. Bahkan sekarang ini telah banyak dijumpai klinik
yang dapat membantu mengatasi gangguan seksual seseorang ataupun seminar-seminar
yang diadakan untuk membahas masalah seksual bagi kaum remaja, dari masalah
virginitas, pengalaman mimpi basah, hingga penyakit kelamin. Dengan melihat
begitu besar perhatian seseorang terhadap kebutuhan seksualnya, berarti
masyarakat kita sudah mulai sadar pentingnya arti mendapatkan pengetahuan seks
secara jelas dan terbuka. Jadi, sebetulnya pendidikan seks ini tidak terbatas
jangkauannya dari usia anak-anak, remaja, sampai orangtua. Disini dapat
dilihat, betapa pentingya peran orang tua untuk menyikapi persoalan-persoalan
yang ada dengan lebih terbuka.
Anggapan
sebagian orangtua bahwa membicarakan masalah seks adalah sesuatu yang tabu
sebaiknya dihilangkan. Anggapan seperti inilah yang menghambat penyampaian
pengetahuan seks yang seharusnya sudah dapat dimulai dari segala usia. Di
samping ”tabu”, kemungkinan besar orang tua merasa khawatir jika mengetahui
lebih banyak masalah seksualitas, si anak akan semakin meningkatkan rasa
penasaran dan keberaniannya untuk mempraktikkan seks tersebut. Mencegah pengaruh
dari luar untuk memenuhi rasa ingin tahu si anak mungkin tidak perlu dilakukan
karena setiap anak yang sehat pasti ingin sekali mengetahui perkembangan dan
perbedaan anggota tubuhnya dengan orang lain, ingin merasakan dan mengetahui
arti ciuman dan sentuhan seperti yang sering dilihatnya, baik di televisi atau
lingkungan sekitarnya. Bisa juga anak tersebut ingin mengetahui perasaan,
khayalan seksual, dan proses terjadinya reproduksi yang mungkin masih
membingungkannya.
Pendidikan
seks dapat membantu remaja laki-laki dan perempuan untuk
mengetahui
resiko dari sikap seksual mereka dan mengajarkan pengambilan keputusan
seksualnya secara dewasa, sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang merugikan
diri sendiri maupun orangtuanya. Seandainya orang tua dapat secara arif dan
bijaksana menyikapi permasalahan yang dialami oleh anak-anak dan lingkungan
sekitarnya terhadap masalah seks ini , arti seks itu sendiri akan berubah
menjadi sangat indah dan berarti bagi kelangsungan hidup manusia. Pentingnya
memberikan pendidikan seks bagi ramaja, sudah seharusnya kita pahami karena
pada dasarnya usia remaja merupakan masa transisi, masa terjadinya perubahan
baik fisik dan emosional, maupun seksual. Hormon seks dalam tubuhnya mulai
berfungsi dan siap melakukan tugasnya, yaitu dengan berkembang biak
memperbanyak keturunan. Perubahan hormon itu ditandai dengan kematangan seks,
sehingga dorongan seks yang timbul semakin meluap. Dorongan tersebut akan
semakin liar jika tidak diberikan bimbingan yang benar tentang perubahan ini.
Akibat dorongan seksual yang meledak-ledak, remaja biasanya melampiaskannya
dengan cara mencari bacaan atau film-film porno bahkan ada yang dengan sengaja
melakukan hubungan seksual dengan WPS atau melakukan masturbasi.
G.
Perkembangan Reproduksi Perempuan
Tanda
pubertas pada perempuan adalah terjadinya percepatan pertumbuhan tinggi, buah
dada berkembang, tumbuh rambut pada daerah pubis dan lengan bawah. Hal ini
dimulai pada usia 10-14 tahun. Seorang lebih lambat atau lebih cepat dari yang
lainnya. Untuk perempuan, tanda utama dimulainya pubertas relatif lebih nyata
dibanding laki-laki, yaitu bila remaja perempuan mulai menstruasi. Pada saat
pubertas, kelenjar hipofisis yang terletak pada dasar otak mulai membentuk
hormon yang dapat mengatur rangkaian reaksi di seluruh tubuh. Pada perempuan
diproduksi hormon estrogen.
a. Konsepsi
Sekitar
14 hari sebelum periode menstruasi yang akan datang, satu ovum dilepas dari
ovarium. Peristiwa ini disebut ovulasi. Konsepsi terjadi sekitar saat
ovulasi yang dipengaruhi oleh keadaan stres, sakit, rangsang seksual atau
perubahan dari keadaan rutin sebelumnya, sehingga pada beberapa kasus sulit
diramalkan saat timbulnya kehamilan atau konsepsi. Untuk terjadinya konsepsi
diperlukan sperma yang bertemu dengan ovum di dalam tuba fallopi dan kemudian
hasil konsepsi tersebut berkembang terus menjadi bayi. Setiap kali ejakulasi
pada saat berhubungan kelamin, dikeluarkan 1-2 sendok teh cairan semen yang
mengandung berjuta-juta sperma. Sedangkan untuk membuahi satu ovum hanya
memerlukan satu sperma saja. Dengan demikian perlu dimengerti bahwa seorang
perempuan dapat menjadi hamil bila terdapat semen baik di dalam ataupun di
sekitar (diluar) vagina, apabila sperma
yang terkandung dalam semen tersebut mampu bergerak ke dalam rahim dan mencapai
ovum di tuba fallopi.
b. Menstruasi
Pada
masa awal remaja perempuan mengalami menstruasi, mungkin siklusnya belum
teratur, dapat terjadi 2 kali dalam sebulan atau beberapa bulan tidak
menstruasi lagi. Hal ini berlangsung kira-kira 3 tahun sampai menstruasi
mempunyai pola yang teratur. Apabila siklus menstruasi sudah pasti, maka dapat
diramalkan akan berjalan terus secara teratur sampai sekitar usia 50 tahun,
saat perempuan berhenti menstruasi yang disebut menopuase.
Pada
saat menstruasi remaja dapat tetap melakukan kegiatansehari-harinya seperti
biasa. Mandi seperti biasa, begitu jugadengan mencuci rambut, walaupun pada
saat menstruasi kelenjar keringat lebih aktif, sehingga kebersihan diri pada
saat ini lebih penting. Kadang beberapa remaja mempunyai perasaan tidak enak
pada daerah perut bagian bawah atau pelvis beberapa saat sebelum periode
menstruasi dimulai atau pada 12 jam pertama sesudah menstruasi dimulai.
Biasanya gejala ini hilang sendiri sesudah menstruasi berlanjut. Walaupun ada
pengalaman beberapa anak perempuan yang mengalami buang air besar tanpa terasa
beberapa saat sebelum menstruasi dimulai, namun yang lebih sering adalah
konstipasi, biasanya ini dapat dikurangi dengan minum banyak air, makan buah
lebih banyak, sayuran, makanan yang mengandung biji-bijian dan olahraga yang
teratur, tidak diperlukan obat-obatan pencahar.
Beberapa
perempuan merasakan kram atau sakit selama menstruasi, ini disebut dismenorrhoea.
Rasa kram ini mungkin disebabkan oleh hormon prostaglandin yang
berlebihan yang menyebabkan rahim berkontraksi. Apabila ini terjadi maka ada
beberapa hal yang dapat membantu antara lain olahraga atau yoga, juga dapat
diatasi dengan menempatkan botol berisi air panas di perut. Apabila dengan ini
tidak berkurang maka dapat dipakai obat-obatan.
c. Cairan Vagina
Pada
saat pubertas, dinding vagina menebal dan vagina memproduksi sedikit cairan.
Hal ini dapat dibedakan dengan sekresi pada saat menstruasi, misalnya pada saat
ovulasi cairan lebih encer, jernih dan tidak lengket seperti putih telur, hal
ini normal dan sehat. Vagina dapat dibersihkan tanpa membutuhkan parfum dan
memang hal ini harus dihindarkan supaya tidak terjadi iritasi. Jangan memakai
celana dalam yang terbuat dari plastik karena tidak terjadi sirkulasi udara dan
suhu menjadi panas dan lembab, sehingga menjadi media untuk berkembangbiaknya
kuman. Sesuai dengan hal itu, vagina yang mengeluarkan cairan yang banyak
sekali menunjukkan adanya infeksi, misalnya cairan yang banyak dan berwarna
putih kuning seperti keju, berbau seperti jamur, ini merupakan tanda dari
infeksi jamur (Candida albicans). Keadaan ini sering didapati dan
diobati dengan mudah, tetapi penyakit lain misalnya penyakit menular seksual
juga dapat menyebabkan cairan vagina yang berlebihan, jadi apabila ada cairan
vagina yang berlebihan di luar dari biasanya harus konsultasi dokter.
H.
Perkembangan Reproduksi Laki-laki
a. Mimpi Basah / Akil Balik
Selama
pubertas, rangsang seksual mudah sekali terjadi. Ejakulasi dapat terjadi
juga pada saat tidur. Hal ini dapat disebut juga ejakulasi malam hari (mimpi
basah), yang terjadi secara alamiah dan merupakan jalan untuk memperbarui semen
di dalam tubuh. Mimpi basah adalah hal normal dan tanda dimulainya pubertas
yang mudah dikenali. Pakaian atau piyama remaja laki-laki basah dengan cairan
yang sedikit kental pada saat bangun pagi sesudah mimpi yang menyebabkan
rangsang seksual atau ketakutan pada malam hari atau kadang-kadang tidak ingat
sesuatu apapun.
b. Masturbasi
Perkembangan
pertumbuhan organ-organ reproduksi pada remaja, akan mempengaruhi kegiatan faal
reproduksi yang salah satunya adalah meningkatnya rangsang-rangsang seksual
dari dalam diri remaja. Selain dari dalam diri remaja sendiri, hal tersebut
juga banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor luar seperti majalah, film dan
hal-hal lain yang berbau porno. Rangsangan seksual tersebut juga dipengaruhi
oleh sifat ingin tahu remaja untuk suatu pengalaman dalam dirinya, maka yang
terjadi adalah rangsangan seksual yang meningkat namun belum mampu mendapatkan
penyaluran seksual secara normal. Kemudian remaja akan berupaya utnuk
melepaskan diri dari masalah tersebut dengan cara merangsang diri sendiri pada
daerah-daerah sensitif seksual. Pada laki-laki salah satu daerah sensitif
adalah alat kelaminnya sendiri. Dengan merangsang alat kelaminnya, terjadi
ereksi dan berakhir dengan ejakulasi. Dengan demikian produksi sperma yang
tertumpuk akan dilepaskan secara paksa. Secara biologis hal ini akan sangat
membantu remaja menghadapi problema tersebut, namun dari segi norma dan agama
hal demikian tidak diizinkan sehingga pada remaja yang sadar akan menimbulkan
rasa bersalah dan berdosa. Biasanya untuk mengalihkan perhatian remaja dari
masalah tersebut, remaja disarankan untuk melakukan keaktifan lain untuk
menyalurkan energinya, misalnya dengan kegiatan hobi atau olahraga.
I.
Perkembangan Psikologi Remaja.
a.
Perkembangan
Psikososial
Menurut
Erickson (1963), pencarian identitas diri mulai dirintis seseorang pada usia
yang sangat muda, yaitu sekitar usia remaja muda. Pencarian identitas diri
berarti pencarian diri sendiri, di mana remaja ingin tahu kedudukan dan
perannya dalam lingkungannya, disamping ingin tahu juga tentang dirinya sendiri
yang menyangkut soal apa dan siapa dia, semua yang berhubungan dengan ”aku”
ingin diselidiki dan dikenalnya. Pada usia 12-15 tahun, pencarian identitas
diri masih berada pada tahap permulaan. Dimulai pada pengukuhan kemampuan yang
sering diungkapkan dalam bentuk kemauan yang tidak dapat dikompromikan sehingga
mungkin berlawanan dengan kemauan orang lain. Bila kemauan itu ditentang,
mereka akan memaksa agar kemauannya dipenuhi. Ini merupakan suatu bentuk awal
dari pencarian ”aku” yang dapat bermasalah bagi lingkungannya. Gejala lain yang
menguatkan dugaan bahwa remaja ingin mencari dirinya adalah perilakunya yang
cenderung untuk melepaskan diri dari ikatan orangtuanya. Remaja akan lebih suka
melakukan kegiatan pribadi atau berkumpul dengan teman-temannya diluar
dibanding bersama orang tuanya.Penyesuaian dengan lingkungan baru, pergaulan
dengan lawan jenisnya bila tidak mampu dipenuhi oleh perasaan remaja, akan
mengalami hambatan, maka remaja akan menarik diri dari lingkungan sosialnya.
Masalah lain yang dihadapi remaja dengan lingkungan sosialnya adalah masalah di
sekolah yang membutuhkan penyesuaian dalam belajar, membagi waktu luang dan
penyesuaian berbeda dengan teman-temannya. Penyesuaian diri terhadap situasi
baru selalu menimbulkan ketegangan, untuk itu remaja dituntut untuk selalu
menyesuaikan dengan cepat. Akibat perkembangan kelenjar kelamin remaja, maka
mulai timbul perhatian pada remaja terhadap lawan jenisnya, bahkan hal ini
merupakan tanda yang khas bahwa masa remaja sudah dimulai.
b.
Emosi
Emosi
adalah perasaan yang mendalam yang biasanya menimbulkan perbuatan atau
perilaku. Perasaan dapat dipakai berkaitan dengan keadaan fisik atau psikis
sedangkan emosi hanya dapat dipakai untuk keadaan psikis saja.Pada masa remaja,
kepekaan emosi menjadi meningkat, sehingga rangsang sedikit saja sudah
menimbulkan luapan emosi yang besar, misalnya menjadi marah atau menangis. Masa
remaja didominasi oleh peran emosi. Hal ini dapat dilihat dan seleranya tentang
lagu, buku bacaan, tingkah lakunya naik kendaraan.
c. Perkembangan Kecerdasan
Dalam
masa remaja, perkembangan intelegensia masih berlangsung sampai usia 21 tahun.
Dari perkembangan intelegensia ini maka remaja lebih suka belajar sesuatu yang
mengandung logika yang dapat untuk mengerti hubungan antara hal yang satu
dengan yang lainnya. Imajinasi remaja juga menunjukkan kemajuan, hal ini
ditandai dengan banyak prestasi yang dicapai remaja, misalnya mengarang lagu,
membuat karangan ilmiah dan prestasi-prestasi lainnya yang menggambarkan
kemampuan intelegensia dan imajinasi remaja. Dari perkembangan intelektual akan
terjadi kemajuan-kemajuan seperti mampu mengadakan generalisasi, mampu melihat
relasi antara hal yang satu dengan yang tain, mampu mengadakan pembicaraan
intelektual, senang mengkritik dan mampu berpikir secara abstrak.
J.
Permasalahan Remaja
Kepribadian
adalah kebulatan sikap seseorang yang khas dan membedakannya dengan orang lain
dalam berbagai hal termasuk masalah seksual. Dengan demikian dapat dibedakan berbagai bentuk kepribadian sebagai
berikut.
a.
Kepribadian Terbuka
Mereka
sangat terbuka dalam masalah seksual dan dengan mudah dapat diterka oleh orang
lain. Mereka siap untuk menerima kritik orang lain sehingga menambah kematangan
kepribadiannya.
b. Kepribadian Tertutup
Mereka
sukar diterka dan tidak dapat menyampaikan kepada orang lain. Semua dirasakan
dan dipendam sendiri dan berusaha mencari sendiri dan menyembunyikan masalah
yang berkaitan dengan seks. Dorongan seksnya ditahan dan mungkin nuncul dalam
mimpi atau memuaskan diri sendiri (masturbasi).
c. Kepribadian Emosional
Emosinya
selalu menguasai dirinya sendiri. Tingkah laku seksnya terlalu menonjol,
sehingga setiap perasaan cinta harus diakhiri dengan hubungan seks.
d. Kepribadian Rasional
Mereka
tidak mudah jatuh cinta dan dicintai. Segalanya dipertimbangkan dengan baik,
sehingga hasilnya memuaskan hatinya secara rasional.
K. Masalah Kepribadian
dalam Perkembangan Seks
Remaja
sangat mudah menerima informasi berkaitan dengan fungsi alat reproduksinya
sehingga cenderung menjurus kearah pelaksanaan hubungan seksual yang semakin
bebas. Penelitian menunjukkan bahwa kejadian semakin bebasnya hubungan seksual,
seolah-olah mencoreng muka pendidik, orang tua, dan masyarakat sehingga
menimbulkan kesadaran yang agak terlambat. Penelitian ini menunjukkan bukti
bahwa dikalangan remaja telah terjadi revolusi dalam hubungan seksual menuju
kearah liberalisasi tanpa batas. Kebanggaan terhadap kemampuan untuk
mempertahankan kegadisan sampai pada ke pelaminan telah sirna, oleh karena
kedua belah pihak saling menerima kedudukan baru dalam seni pergaulan hidupnya.
Dalam melakukan hubungan seksual sebagian besar remaja
tidak
terlindung dari dua kemungkinan yang dapat terjadi yaitu kehamilan yang tidak
dikehendaki dan penyakit hubungan seksual yang dapat menjurus kearah penyakit
radang panggul (PRP) atau Pelvic inflamatory disease (PID). Penyakit radang panggul wanita merupakan
kelanjutan dari infeksi yang tidak terlindungi dari pengobatan radikal.
Terjadinya penyakit ini merupakan kegagalan primer yaitu dengan menghindari
terjadinya penyakit hubungan seks sampai AIDS dan
menetapkan
diagnosis dini disertai pengobatan radikal. Kejadian ini semakin meningkat
berkaitan dengan makin bebasnya hubungan seksual pranikah yang melanda dunia
dan terutama terjadi pada remaja. Informasi yang makin cepat dalam berbagai bentuk
telah menyebabkan dunia semakin menjadi milik remaja. Demikian informasi
tentang kebudayaan hubungan seksual telah mempengaruhi kaum remaja termasuk
Indonesia, sehingga telah terjadi suatu revolusi yang menjurus makin bebasnya
hubungan seksual pranikah. Anggapan bahwa remaja yang sedang dalam pendidikan
dengan usia muda terbebas dari masalah infeksi alat genetalia, harus
ditinggalkan, karena masalah tersebut laksana gunung es dimana hanya
permukaannya yang tampak sedangkan kejadian sebenarnya cukup merisaukan setiap
orang dan keluarga yang mempunyai remaja.
a.
Penyakit Hubungan Seks
Masalah
hubungan seks dengan akibatnya dalam bentuk penyakit hubungan seks sebagian
besar mendapat pengobatan diluar rumah sakit dan mungkin tidak adekuat sehingga
penyakit berjalan subklinik (tanpa gejala klinis yang khas) namun kerusakan
jaringan berlangsung terus yang mengakibatkan kemandulan. Kebanyakan IMS yang diderita
oleh perempuan biasanya tidak menunjukkan gejala sama sekali. Hal ini
disebabkan karena organ reproduksi perempuan berada di dalam tubuh, sehingga
kalau ada infeksi dalam vagina sulit untuk diketahui, kadang-kadang gejalanya tidak terasa sakit. Kalaupun ada,
gejalanya biasanya berupa: 1) Cairan yang tidak biasa keluar dari alat kelamin
perempuan, biasanya berwarna kuning kehijauan dan berbau tidak seperti
biasanya, serta gatal. 2) Gejala lain yang mungkin nampak adalah keluarnya
darah bukan pada masa haid. Ini menunjukkan bahwa pada saat itu kemungkinan
telah terjadi infeksi di dalam vagina.
3) Munculnya rasa sakit pada vagina, perut bagian bawah dan saat
melakukan hubungan seksual. 4) Muncul
bintil-bintil kecil pada alat kelamin. 5) Luka atau lecet pada alat kelamin dan
sekitarnya.
Pada
laki-laki sebagian besar IMS yang diderita oleh laki-laki biasanya akan mudah
menunjukkan gejala-gejalanya. Hal ini disebabkan karena organ reproduksi
laki-laki yang berada di luar tubuh, sehingga mudah untuk diketahui
gejalanya. Gejala-gejalanya antara lain:
1)
Pada saat kencing terasa sakit dan jika diurut akan keluar cairan nanah dari
alat kelamin.
2)
Terjadi pembengkakan pada buah pelir dan terasa sakit atau panas.
3)
Muncul bintil-bintil kecil pada alat kelamin, luka atau lecet pada alat kelamin
dan sekitarnya
Jenis-jenis
IMS yang ada saat ini bisa mencapai 25 jenis. Di bawah ini akan dijelaskan
beberapa jenis IMS yang paling umum diderita masyarakat.
1) Klamidia
Sejenis IMS yang disebabkan oleh bakteri. Biasanya
penderitanya tidak bergejala, kalaupun bergejala hanya keputihan saja.
2) Gonore
Gonore
alias GO disebut juga kencing nanah.
Penyakit ini biasanya rnenyerang organ-organ reproduksi seperti pada saluran
kencing pria atau saluran kelamin perempuan
3) Herpes
Herpes
adalah jenis IMS yang disebabkan oleh virus.Infeksi ini sering tanpa gejala,
tetapi tergantung daya tahan tubuh.
4) Infeksi
HPV
HPV
adalah singkatan dari Human Papilloma Virus. HPV ini biasanya menular
melalui kontak seksual secara genital, oral maupun anal.
5) Kutil
Kelamin
Kutil
kelamin rnerupakan salah satu bentuk IMS yang disebabkan oleh HPV (Human
Papiloma Virus) yaitu berupa kutil besar pada dan di sekitar alat kelamin,
bahkan sampai ke bagian dalam, liang kemaluan dan leher rahim.
6) Trikomonas
Trikomonas
adalah IMS yang disebabkan oleh parasit Trichoma Vaginalis dengan gejala
sebagai berikut :
a)
Keputihan yang banyak
b)
Gatal pada kemaluan
7)
Sipilis
Gejala
sipilis akan muncul dalam lima tahap, apabila tidak diobati. Ibu hamil yang
terkena sipilis dapat melahirkan bayi atau anak-anak mempunyai kelainan berupa:
kelainan bentuk muka, kelainan tulang, kebutaan, ketulian, kelainan bentuk gigi
yang tidak normal, kelainan kulit, bayi lahir mati.
L. Kehamilan Remaja
Kurangnya
pengetahuan tentang waktu aman untuk melakukan hubungan seksual mengakibatkan
terjadi kehamilan remaja, yang sebagian besar tidak dikehendaki. Kehamilan
telah menimbulkan posisi remaja dalam situasi yang serba salah dan memberikan
tekanan batin (stres) yang disebabkan oleh beberapa faktor.
Melakukan
gugur kandungan (aborsi) tetap belum dapat diterima karena bertentangan dengan
ajaran agama dalam ngkungan dasar negara Pancasila sekalipun pelaksanaan aborsi
bertentangan dengan moral agama tetap merupakan alternatif yang paling ringan
risikonya dan murah biayanya dibandingkan menerima cemoohan masyarakat keluarga
dan temannya bila kehamilan diteruskan sampai persalinan.
M. Analisa SWOT
Analisis SWOT adalah metode perencanaan
strategis yang digunakan
untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses),
peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis.
Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai
hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar
matrik SWOT, dimana aplikasinya adalah bagaimana kekuatan (strengths)
mampu mengambil keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities)
yang ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mencegah
keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities)yang ada,
selanjutnya bagaimana kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman (threats)
yang ada, dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses)
yang mampu membuat ancaman (threats) menjadi nyata atau menciptakan
sebuah ancaman baru. Penjelasan dari masing-masing SWOT sebagai berikut :
1.
Strengts
(kekuatan)
Adalah suatu situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan dari
organisasi atau program pada saat ini. Strenght ini bersifat internal dari
organisasi atau sebuah program.
2.
Weaknesses
(kelemahan)
Adalah kegiatan organisasi
yang tidak berjalan dengan baik atau
sumber daya yang dibutuhkan oleh organisasi tetapi tidak dimiliiki oleh
organisasi. Kelemahan itu lebih mudah terlihat daripada ssebuah kekuatan, namun
ada beberapa hal yang menjadikan kelemahan itu tidak diberikan solusi yang
tepat karena kekuatan yang dimiliki tidak atau belu dimanfaatkan secara
maksimal.
3.
Opportunity
(kesempatan)
Adalah factor positif yang muncul dari lingkungan dan memberikan
keempatan bagi organisasi atau program kita untuk memanfaatkannya. Selain itu,
kesempatan tidak hanya berupa kebijakan atau peluang dalam hal mendapatkan
modal berupa uang tetapi juga berupa respon masyarakat mengenai isu yang
beredar dimasyarakat.
4.
Threat
(ancaman)
Adalah factor negative dari lingkungan yang memberikan hambatan
bagi berkembangnya atau berjalannya sebuah organisasi atau program. Hal inilah
yang biasanya terlewatkan dikarenakan banyak yang ingin melawan arus. Ini
diuktikan dengan kenyataan organisasi yang layu sebelum berkembang.
BAB III
ANALISA SWOT
1.
Strengts
(kekuatan)
Adalah suatu situasi atau kondisi yang merupakan
kekuatan dari suatu program. Dalam program KIE (Komunikasi Informasi dan
Komunikasi) kesehatan reproduksi yang akan dicanangkan oleh SMA N 1 Purbalingga
pada Tahun 2013 terdapat beberapa kekuatan yang dimiliki antara lain :
a. Adanya
mata pelajaran Bimbingan dan Konseling (BK)
Siswa SMA Negeri 1 Purbalingga
mendapat mata pelajaran Bimbingan .dan Konseling (BK) dengan materi kesehatan reproduksi remaja (KRR),
kecakapan pribadi dan pengambilan keputusan.
b. Keterbukaan
dari siswa SMA N 1 Purbalingga
Menurut guru BK SMA Negeri 1
Purbalingga, anak-anak SMA sekarang lebih terbuka dibanding anak SMA tahun
1990an untuk membicarakan masalah pribadi seperti pacaran dan jika kesulitan
dalam menjalin hubungan dengan lawan
jenis. Dalam pernyataannya guru BK lebih lanjut mengungkapkan, jika anak SMA
dulu kalau ketahuan guru sedang duduk berdua dengan lawan jenis saja sudah
takut, tapi sekarang tidak malu-malu menunjukkan kepada guru bahwa mereka telah
mempunyai hubungan khusus. Bahkan seringkali mereka melakukan konsultasi
masalah apa yang telah dilakukannya pada pacar kepada guru BK dibanding dengan
orangtua mereka. Semakin dekatnya hubungan guru dan murid dewasa ini, mempunyai
pengaruh positif terhadap perkembangan masa remaja, terutama dalam memberikan
informasi yang tepat dan benar tentang kesehatan reproduksi pada masa remaja.
c. Faktor
sosial dan budaya masyarakat
purbalingga yang tidak
mendukung adanya perilaku
seks sebelum menikah
Adanya hal tersebut, tentu saja
membuat para remaja harus berhati-hati dan berpikir ulang ketika akan melanggar
nilai dan norma dilingkungan masyarakat karena adanya sanksi dari masyarakat
bagi mereka yang terbukti melakukan hubungan seks pra nikah.
d. Guru
BK dan organisasi PMR yang memadai
Adanya guru BK ini sangat penting
untuk menjalankan KIE kesehatan reproduksi pada siswa Sehingga diharapkan
munculnya kehamilan remaja dapat dicegah.Begitu pula organisasi PMR yang dapat
menjadi perantara dalam sosialisasi kesehatan yang berkaitan dengan KRR.
2)
Weaknesses
(kelemahan)
Adalah sumber
daya yang dibutuhkan oleh SMA N 1 Purbalingga
tetapi tidak dimiliiki oleh SMA N 1 Purbalingga. Beberapa kelemahan
tersebut terdapat pada program – program yang sudah berjalan namun masih banyak
kekurangan antara lain :
a. Program
kurikulum KRR yang belum maksimal
Kurikulum kesehatan reproduksi remaja ini baru dimulai
tahun 2006 yang dilaksanakan hanya 2 kali dalam 1 tahun yang masih merupakan
program Dinas Kesehatan melalui program UKS (Usaha kesehatan Sekolah).
b. Permasalahan
seks bagi siswa SMA N 1 Purbalingga sudah bukan hal yang tabu
Walaupun masih malu untuk
mengungkapkan masalah seks kepada orangtua, tapi perasaan tabu tentang masalah
seks pada saat ini sudah mulai tersingkir menjadi suatu kebutuhan bagi orangtua
dan anak remajanya.
c. Minimnya
kegiatan yang berkaitan dengan kie kesehatan reproduksi yang diberikan pada
siswa SMA N 1 Purbalingga
Kurangnya informasi
yang benar tentang
kesehatan reproduksi remaja dari
orang tua dan
guru karena terbatasnya
pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi, berakibat
negatif pada perilaku remaja.
Akibatnya seringkali, remaja mencari
informasi tentang masalah
seks dari sumber yang kurang
benar seperti dari internet, film, koran, tv, majalah dan tabloid berbau porno
serta dari teman sebaya.
d. Program
KIE Kesehatan Reproduksi di sekolah belum bekerjasama dengan Puskesmas
Adanya kerjasama program KIE KR dengan Puskesmas
akan mengoptimalkan program itu sendiri. Siswa juga akan mendapat informasi
yang benar mengenai seksualitas sehingga siswa tidak mencari sumber informasi
yang menyimpang.
Namun dalam kenyataannya belum adanya kerjasama program KIE KR dengan Puskesmas.
3)
Opportunity
(kesempatan)
Opportunity merupakan factor positif yang muncul
dari lingkungan dan memberikan kesempatan bagi SMA N 1 Purbalingga guna
menunjang terlaksananya program KRR.beberapa kesempatan tersebut antara lain
adalah:
a. Peraturan
sekolah demi menjaga kualitas sekolah
Menurut catatan dari guru Bimbingan
dan Konseling (BK) pada tahun 1992, di SMA Negeri 1 Purbalingga terdapat 3 siswa yang putus sekolah karena
hamil, tahun 1995 ada 1 siswa hamil dan tahun 2003 ada 1 siswa yang hamil.
Siswa yang ketahuan hamil akan langsung dikeluarkan karena dianggap mencemarkan
nama baik sekolah dan dapat mempengaruhi siswa yang lain. Hal ini juga akan
membuat siswa berikir ulang untuk melakukan hubungan seks pra nikah karena jika
terjadi kehamilan haknya untuk mendapat pendidikan akan hilang dan tentu saja
akan mengorbankan masa depan mereka.
b. Adanya
layanan konsultasi kesehatan di internet oleh tenaga kesehatan
Perkembangan dunia internet dalam segi positif telah
membuat konsultasi kesehatan antara dokter dengan masayarakat awam dalam hal
ini pasien menjadi semakin dekat. Ruang konsultasi dokter dalam dunia internet telah terwakilkan dalam
bentuk wadah diskusi berupa mailling list dan rubrik konsultasi pada homepage.
Terdapat 5 strategi yang telah digunakan oleh MLDI (Mailling List Dokter
Indonesia) untuk membuat masyarakat awam (pasien) dapat memperoleh layanan
konsultasi dengan cepat, murah dan dipercayai.
c. Adanya
situs kesehatan reproduksi oleh tenaga kesehatan
Situs kesehatan reproduksi
merupakan situs kesehatan yang mengupas masalah kesehatan reproduksi.
Penjelasan kesehatan reproduksi ini termasuk topik-topik seksualitas dan
kesehatan reproduksi remaja, baik penjelasan mengenai keadaan fisik dan psikis
seorang remaja. Didalam situs juga
diinformasikan agar remaja yang terbebas dari kehamilan yang tidak dikehendaki
dan aborsi tidak aman. Beberapa penyakit yang diakibatkan oleh perilaku seksual
yang berisiko, seperti infeksi penyakit menular seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS
juga dipaparkan.
4)
Threat
(Ancaman)
Threat merupakan factor negative dari lingkungan
yang memberikan hambatan bagi berkembangnya dan berjalannya program KRR di SMA
N 1 Purbalingga. Beberapa ancaman yang diprediksi dapat menghambat program KRR
antara lain :
a. Akses
internet yang mudah untuk membuka situs – situs porno
Banyak situs di internet yang
menyediakan informasi negatif tanpa sensor yaitu salah satunya layanan situs
yang menyuguhkan gambar-bambar dan adegan-adegan porno yang biasa disebut cybersex.
Hal ini dapat menyebabkan kemerosotan moral dan perilaku dari para pengaksesnya.
Layanan situs porno ini semakin digemari oleh netter dan dapat diakses
oleh siapa saja tanpa batasan usia. Menurut laporan data monitor yang dikutip
dari Surabaya Pos, 1999 dalam 5 tahun mendatang diperkirakan situs porno akan
meningkat tiga kali lipat. Hal ini
terbukti pada tahun 2007 telah muncul piluhan situs-situs porno di internet,
seperti Bokep.3gp dll.
b. Persoalan mental
Mental siswa perlu dibangun sejak dini yaitu mulai
dari lingkup keluarga. Disini peran orang tua sangat penting dalam membangun
mental anak misalnya menyekolahkan anak di sekolah berbasis agama. Pengaruh
orang tua harus lebih besar dari pengaruh lingkungan luar.
c. Pengaruh
budaya barat
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa perilaku anak muda
di Indonesia sangat dipengaruhi oleh budaya barat yang sangat kental
seksualitas. Misalnya cara berpakaian yang lebih terbuka, pola pergaulan
yang sangat bebas antara laki – laki dan
perempuan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data penelitian dengan pendekatan SWOT
Strenght (S), Weakness (W), Opportunity (O), Threat (T) yang telah dilakukan
terhadap siswa SMA N 1 Purbalingga menunjukkan hasil
analisa SWOT menunjukkan kekuatan yang dimiliki SMA N 1 Purbalingga dalam
program KIE Kesehatan Reproduksi yaitu adanya
mata pelajaran Bimbingan dan Konseling (BK) dalam kurikulum KRR , keterbukaan dari siswa
SMA N 1 Purbalingga, faktor sosial dan
budaya masyarakat purbalingga yang
tidak mendukung adanya
perilaku seks sebelum menikah
serta guru BK dan organisasi PMR yang memadai. Selain kekuatan terdapat juga
kelemahan yaitu program kurikulum KRR yang belum maksimal, permasalahan seks
bagi siswa SMA N 1 Purbalingga sudah bukan hal yang tabu, dan minimnya
pengetahuan tentang KRR pada siswa SMA N 1 Purbalingga. Selain kedua hal diatas
terdapat juga kesempatan antara lain peraturan sekolah demi menjaga kualitas
sekolah, adanya layanan konsultasi kesehatan di internet oleh tenaga kesehatan,
serta adanya situs kesehatan reproduksi di Internet. Selain beberapa hal diatas
terdapat juga ancaman yang ditakutkan dapat menghambat program KRR yaitu akses internet yang mudah untuk membuka situs
– situs porno, persoalan mental, dan pengaruh budaya barat.
B.
SARAN
1.
Bagi Siswa
Diharapkan untuk tetap mempertahankan pengetahuan yang
baik tentang risiko kehamilan remaja diluar nikah yaitu dengan tetap membaca buku, memperoleh informasi dari
guru, petugas kesehatan dan mengikuti penyuluhan atau seminar dan diharapkan
untuk tetap mempertahankan sikap tidak setuju terhadap hubungan seksual
pranikah.
2.
Bagi
Institusi sekolah.
Pihak sekolah SMA N 1 Purbalingga diharapkan
bagi para guru terutama guru BK (Bimbingan Konseling) dan bekerjasama dengan
petugas kesehatan untuk tetap menjaga dan meningkatkan KIE Kesehatan Reproduksi
dalam kurikulum KRR diharapkan akan menurunkan risiko kehamilan remaja di luar nikah pada siswa dan siswa
tidak melakukan hubungan seksual pranikah.
3.
Bagi
Profesi
Bagi profesi kesehatan khususnya
bidan diharapkan untuk lebih meningkatkan
KIE Kesehatan reproduksi, tentang
risiko kehamilan remaja di luar nikah yang
sangat dibutuhkan remaja, sehingga
remaja dapat terhindar dari kehamilan pada remaja.
4.
Bagi
Peneliti Lain
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
terhadap remaja sehingga diketahui dengan
jelas faktor-faktor apa saja yang berpengaruh pada sikap terhadap
hubungan seksual pranikah pada remaja,
agar dapat ditemukan solusi yang terbaik untuk mengatasi permasalahan hubungan
seksual pranikah pada remaja dan
kehamilan remaja.
DAFTAR PUSTAKA
1. BKKBN.
Buku sumber untuk advokasi Direktorat Advokasi dan KIE.
BKKBN,
UNFPA, Bank Dunia, ADB, dan STARH. 2003.
2. BKKBN.
Data survei Kesehatan Reproduksi Indonesia. Jakarta. 2002.
3. Suhandjati,
SS. TV dan Internet Beri Andil Meledaknya Seks Pranikah.
4. Depkes
RI. Pedoman Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja di Puskesmas.
5. Direktorat
Kesehatan Keluarga Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat.Jakarta. 2005
6. .Dinkes
Kabupaten Purbalingga. Laporan Tahunan. 2006.
7. SMA N 1 Purbalingga. Laporan Tahunan
kegiatan Siswa. 2006.
8. Hikmah.
Tesis : Intensitas Komunikasi Orang Tua dan Remaja dengan
Kesenjangan
Pengetahuan Kesehatan Reproduksi di SMA Taman Madya
Yogyakarta.
UGM. 2002.
9. Iryanti. Tesis :Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Reproduksi Melalui
Metode
Pendidikan Sebaya Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja
dalam
Pencegahan KTD di SMKN 15 Bandung. UGM. 2003.
10. Dianawati, Ajen. Pendidikan Seks Untuk
Remaja. Kawan Pustaka.
Jakarta.
2003
11. Sarwono,
Sarlito Wirawan. Psikologi Remaja. PT RajaGrafindo Persada.
Jakarta.2005.
Langganan:
Postingan (Atom)